Selamat bersua disini

Rabu, 01 April 2009

TEKNOLOGI BETON RINGAN

PEMANFAATAN PUMICE SEBAGAI PENGGANTI SPLIT
PADA PEMBUATAN BETON RINGAN
Sejak peradaban membangun dimulai, manusia mencari sejenis semen untuk mengikat batu-batuan menjadi massa yang terbentuk dan utuh. Belum diketahui siapa yang berusaha membuat beton untuk pertama kalinya. Namun yang jelas, baik semen maupun beton, sebagaiman pula umumnya banyak bahan bangunan yang lain, bukan lah penemuan yang secara tiba-tiba muncul begitu saja, tapi berkembang secara berangsur dari berbagai upaya trial and error selama beberapa abad.
Dalam millenium yang ketiga ini manusia tidak pernah jauh dari bangunan yang terbuat dari beton. Beton merupakan materi bangunan yang paling banyak digunakan di bumi ini. Dengan beton dibangun bendungan, pipa saluran, fondasi dan basement, bangunan gedung pencakar langit, maupun jalan raya.
Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang digunakan kata kotau-zai, yang arti harfiahnya material-material seperti tulang ; mungkin karena agregat mirip tulang-tulang hewan.
Beton adalah material komposit yang rumit. Beton dapat dibuat dengan mudah bahkan oleh mereka yang tidak punya pengertian sama sekali tentang beton teknologi, tetapi pengertian yang salah dari kesederhanaan ini sering menghasilkan persoalan pada produk, antara lain reputasi jelek dari beton sebagai materi bangunan.
Beton mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relative sangat rendah terhadap tarik. Beton tidak selamanya bekerja secara efektif didalam penampang-penampang struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak dibagian yang tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang tidak bermanfaat. Hal inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan srtuktur-struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang secara ekonomis, karena terlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Di sampimg itu, retak-retak disekitar baja tulangan bisa berbahaya bagi struktur karena merupakan tempat meresapnya air dan udara luar kedalam baja tulangan sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan fatal akibatnya bagi struktur.
Dengan kekurangan-kekurangan yang dirasakan pada struktur beton bertulang seperti diuraikan diatas, timbullah gagasan untuk menggunakan kombinasi-kombinasi bahan beton secara lain, yaitu dengan memberikan pratekanan pada beton melalui kabel baja (tendon) yang ditarik atau biasa disebut beton pratekan. Beton pratekan pertama kali ditemukan oleh EUGENE FREYSSINET seorang insinyur Perancis. Ia mengemukakan bahwa untuk mengatasi rangkak, relaksasi dan slip pada jangkar kawat atau pada kabel maka digunakan beton dan baja yang bermutu tinggi. Disamping itu ia juga telah menciptakan suatu system panjang kawat dan system penarikan yang baik, yang hingga kini masih dipakai dan terkenal dengan system FREYSSINET. Dengan demikian, Freyssinet telah berhasil menciptakan suatu jenis struktur baru sebagai tandingan dari strktur beton bertulang. Karena penampang beton tidak pernah tertarik, maka seluruh beban dapat dimanfaatkan seluruhnya dan dengan system ini dimungkinkanlah penciptaan struktur-struktur yang langsing dan bentang-bentang yang panjang.
Beton pratekan untuk pertama kalinya dilaksanakan besar-besaran dengan sukses oleh Freyssinet pada tahun 1933 di Gare Maritime pelabuhan LeHavre (Perancis). Freyssenet sebagai bapak beton pratekan segera diikuti jejaknya oleh para ahli lain dalam mengembangkan lebih lanjut jenis struktur ini. Tujuan pemberian gaya pratekan adalah timbul tegangan-tegangan awal yang berlawanan dengan tegangan- tegangan yang oleh beban-beban kerja. Dengan demikian konstruksi dapat memikul beban yang lebih besar tanpa merubah mutu betonnya.
Sebagai material komposit, sifat beton sangat tergantung pada sifat unsur masing-masing serta interaksi mereka. Ada 3 sistem umum yang melibatkan semen, yaitu pata semen, mortar dan beton. Unsur terurai dari beton terdiri dari semen, air agregat halus dan agregat kasar. Contoh agregat halus adalah pasir, sedangkan contoh agregat kasar adalah split (batu belah dengan ukurannya 5 – 10 mm).
Dalam upaya melakukan terobosan baru melalui litbang beton, maka perlu dilakukan upaya pemanfaatan Pumice atau batu apung sebagai agregat kasar pengganti split karena batu apung memiliki bobot yang cukup ringan dibandingkan dengan split.
Batu apung (pumice) adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas volkanik silikat. Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunungapi yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunungapi. Sedangkan mineral-mineral yang terdapat dalam batu apung adalah feldspar, kuarsa, obsidian, kristobalit, dan tridimit.
Keberadaan Batu apung selalu berkaitan dengan rangkaian gunungapi berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebaran meliputi daerah Serang, Sukabumi, Pulau Lombok, dan Pulau Ternate.
Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan asal terbentuknya sama dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinter, dan scoria. Didasarkan pada cara pembentukan, distribusi ukuran partikel (fragmen), dan material asalnya, batu apung diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu: sub-areal, sub-aqueous, new ardante, dan hasil endapan ulang (redeposit).
Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu: mengandung oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, Na2O, K2O, MgO, CaO, TiO2, SO3, dan Cl, hilang pijar (Loss of Ignition) 6%, pH 5, bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3, peresapan air (water absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas (thermal conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam.
Berdasarkan spsesifikasi batu apung dengan rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas rendah, dan ketahanan terhadap api tidak tertutup kemungkinan untuk dapat ditingkatkan segi manfaatnya misalnya diolah menjadi bata ringan, mengingat selama ini stock batu apung yang banyak diperoleh dipasaran hanya untuk keperluan menggosok panci atau pelengkap pot bunga saja.
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari dan mengetahui efektifitas dan efisienitas batu apung sebagai campuran dalam pembuatan beton. Efektifitas merujuk pada mutu, sedangkan efisienitas mengacu pada tingkat keborosan penggunaan bahan tambahan pembuatan beton tersebut.
Manfaat dari percobaan ini adalah untuk menambah pengetahuan teknik dan pemanfaatan batu apung dalam pembuatan beton sehingga dapat memberikan sumbangsih pengetahuan tentang bahan tambahan yang dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan pembuatan beton, karena dengan bobot beton yang relatif ringan maka pemanfaatannya untuk bahan bangunan khususnya bagi apartemen atau gedung bertingkat akan mendukung kekuatan konstruksi.

FENOMENA KOROSI

PERKARATAN BESI DALAM LINGKUNGAN ASAM KUAT
Korosi adalah gejala yang timbul secara alami, pengaruhnya dialami oleh hampir semua zat dan diatur oleh perubahan-perubahan energi, atau gejala yang destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam. Korosi logam merupakan peristiwa kerusakan yang dapat dialami oleh berbagai jenis logam. Kerusakan logam terjadi akibat proses oksidasi yang berlangsung antara logam dengan lingkungannya.
Besi akan berkarat karena proses kimia (dalam lingkungan asam asam an-organik), air hujan dan cuaca (udara) sekitarnya. Asam asam an-organik (Asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida) adalah larutan yang bersifat elektrolit (dapat menghantarkan arus listrik). Asam kuat ini terionisasi dalam air (pada saat pengenceran) sehingga menimbulkan daya hantar listrik. Larutan ini bereaksi terhadap besi dan konsentrasinya yang tinggi akan mempengaruhi kecepatan laju korosi pada besi. Karat pada besi berlangsung relative lebih cepat dalam lingkungan asam asam an-organik dibanding pada pengaruh air hujan maupun cuaca (udara), hal ini tentu saja disebabkan karena asam-asam an-organik sangat reaktif terhadap logam.
Ketahanan bahan logam terhadap serangan korosi amat ditentukan oleh sifat kimia bahan itu sendiri yaitu mudah atau sukarnya logam menyerap oksigen dari lingkungan. Disamping itu pula amat ditentukan oleh kondisi lingkungan disekitar bahan logam itu berada, misalnya logam yang berada dilingkungan udara panas cenderung terkorosi dibandingkan dengan logam yang berada dilingkungan normal. Begitu pula jika logam berada dilingkungan basah cenderung terkorosi dibandingkan dengan logam yang berada dilingkungan kering. Lebih mudah lagi korosi terjadi jika logam berada dilingkungan yang terdapat bahan kimia (asam kuat misalnya) dibandingkan dengan logam yang berada dilingkungan normal.
Proses korosi dapat terjadi pada banyak aspek kehidupan. Upaya manusia untuk menanggulangi korosi bergantung pada pengetahuan, kepentingan dan ketersediaan dana. Korosi merupakan kebalikan dari proses ekstraksi logam. Proses korosi dapat dipicu/ diperparah oleh keadaan lingkungan. Ilmu korosi adalah ilmu yang mempelajari mekanisne korosi sehingga memberi pemahaman yang lebih baik tentang penyebab korosi dan menemukan cara cara untuk meminimalkan kerugian akibat korosi. Pengaplikasian ilmu dan seni untuk mencegah atau mengendalikan kerusakan akibat korosi secara ekonomis dan aman disebut dengan istilah teknik korosi. Berbagai jenis istilah korosi yang banyak dijumpai dalam buku Ilmu Bahan seperti Korosi Merata, Korosi Galvanik, Korosi Celah, Korosi Sumuran, Environmentally Induced Cracking, SCC ( Stress Corrosion Cracking ), CFC ( Corrosion Fatigue Cracking ), HIC (Hydrogen Induced Cracking ), Hydrogen Damage, Korosi Intergranular, Dealloying atau Korosi Erosi dikemukan para technolog adalah berdasarkan kondisi material setelah peristiwa korosi itu terjadi. Beberapa cara yang dilakukan berbagai ahli untuk mengatasi atau memperlambat korosi yaitu :
1. Pada pembuatan logam diusahakan agar zat-zat yang dicampurkan (impurities) tersebar homogen dalam logam tersebut.
2 Melapisi permukaan logam dengan cat atau minyak, untuk mencegah kontak antara permukaan logam dengan udara.
3. Melakukan galvanisasi (penyalutan), misalnya besi disalut dengan lapisan tipis seng. Seng memiliki Eo lebih kecil dari pada besi, sehingga seng segera teroksidasi membentuk lapisan ZnO yang melindungi permukaan besi.
4. Korosi juga dapat diperlambat, dengan metode mengorbankan anode untuk melindungi katode. Beberapa logam yang lebih mudah mengalami oksidasi sengaja dikorbankan untuk meIindungi logam yang dikehendaki. Untuk melindungi besi dari korosi, di sekitar besi logam lain yang memiliki Eo lebih kecil, misalnya magnesium, lalu dihubungkan dengan besi melalui kawat. Akibatnya, logam magnesium lebih dahulu teroksidasi daripada besi. Metode ini banyak dipakai untuk melindungi pipa-pipa besi yang tertanam dalam tanah atau baling-baling kapal yang berada dibawah permukaan laut.