Selamat bersua disini

Sabtu, 13 November 2010

KARET RAMAH LINGKUNGAN






Midang-midang guk talang (Jalan-jalan ke talang)
Pahalu Kobun Karit (Ketemu kebon karet)
Bulungna tikulibang (Daunnya pada terbang)
Gitohna jadi duit (Getahnya jadi duit)

Masyarakat perkebunan karet di Komering Ulu Sumatera Selatan sejak tempo dulu telah berkecimpung dalam pengolahan lateks. Demikian akrabnya mereka dengan getah karet sehingga diejawantahkannya dalam hiring-hiring (pantun) seperti diatas.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi menjadi produsen utama dunia ( Cina dan India bergeser menjadi konsumen Karet utama dunia). Jawa Barat propinsi di Indonesia di zaman penjajahan Belanda dikenal sebagai kota perkebunan dan peristirahatan dengan keindahan panorama atau pegunungan yang berhawa sejuk, sebagian besar daerahnya bergunung-gunung, memiliki perkebunan teh, kina, kopi dan karet.

Limbah karet menjadi masalah yang cukup serius untuk ditangani. Tidak hanya di negara berkembang tapi juga bagi negara maju. Mengingat material karet terbuat dari bahan pertokimia yang umumnya tidak ramah lingkungan, maka penggunaan material karet yang ramah lingkungan sangat diharapkan, karena dapat menyelesaikan masalah pengurangan limbah karet. Solusi yang diupayakan yaitu menggabungkan bahan hasil pertanian seperti pati dengan bahan petrokimia. Adapun usaha penggunaan kedua meterial tersebut dapat dilakukan berbagai cara, seperti mancampurkan pati kedalam material karet melalui proses blending (pencampuran) atau dengan cara mereaksikan pati dengan monomer yang terbuat dari bahan petrokimia. Ada pula cara lain yaitu dengan mereaksikan pati yang bersifat polar dengan zat ketiga (air), agar hasilnya bersifat non polar dan bila dicampurkan dengan material karet yang bersifat non polar, akan tercampur dengan baik.

Polimer sintetik mempunyai sifat fisik yang unggul, seperti lebih tahan air dan kekuatan tariknya cukup tinggi. Sementara itu polimer alam, seperti pati dan kapas mempunyai sifat fisik yang kurang baik. Sehingga panggabungan pati dengan monomer petrokimia akan sangat baik, karena dapat diharapkan menghasilkan material yang sifat fisiknya baik dan bersifat ramah lingkungan.

Hutan tanaman karet selain bermanfaat bagi penyerapan gas CO2 diudara agar lingkungan hidup tetap bersih dan nyaman juga yang paling penting bahwa lateks (getah karet) dapat diolah menjadi produk (barang-barang) dari karet yang sangat dibutuhkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk membuat ban kendaraan (mobil, sepeda motor, pesawat terbang), sebagai bahan pembungkus kabel listrik, bantalan mesin, untuk membuat dot bayi, untuk bahan sol sepatu, untuk pembuatan balon, untuk bahan pembuatan lem, pembuatan sarung tangan, untuk membuat kasur busa dan sebagainya.

Getah dari pohon karet dikenal sebagai lateks adalah cairan putih kental yang dapat dibekukan memakai larutan asam formiat. Pada pembuatan berbagai produk karet diperlukan filler (bahan pengisi) yang pada umumnya menggunakan beberapa jenis bahan kimia seperti Kalsium Karbonat, Titanium Dioksida, Karbon Black dan lain-lain. Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial (cukup penting) dalam peningkatan kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor seperti pada industri pengolahan karet. Akan tetapi penggunaan bahan kimia pada pengolahan karet alam memiliki beberapa kelemahan antara lain, penggunaan bahan kimia dapat membahayakan kesehatan para pekerja industri seperti gangguan pada kulit dan pernafasan. Oleh sebab itu perlu diperkenalkan bahan filler alternative seperti tepung tapioca misalnya.

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari dan mengetahui persentase campuran antara tepung tapioka dan lateks agar menghasilkan paduan yang homogen dan dapat terkoagulasi dengan baik.

Pengolahan lateks menjadi karet alam ramah lingkungan membutuhkan bahan tambahan yang cocok disamping mudah didapat serta harganya yang relatif murah. Penggunaan tapioka sebagai bahan pengisi (filler) pada lateks cukup ekonomis karena tapioka melimpah dan harganya murah dibandingkan menggunakan bahan petrokimia dan disamping itu produk polimerisasi karet alam akan mudah dihancurkan bakteri Aspergillus Niger didalam tanah sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Berdasarkan percobaan diketahui bahwa karet beku yang dihasilkan dari lateks yang diblending dengan tapioka kering memiliki keunggulan sifat fisik dan kimia dibanding lateks yang diblending tapioka basah. Lateks dengan tapioka basah menyebabkan campuran makin encer sehingga sifat karet beku menjadi lebih lembek dibanding karet beku dari hasil blending dengan tapioka kering. Pada blending lateks-tapioka basah dengan asam semut dalam variasi volume terjadi koagulasi cukup baik dan kekenyalan yang wajar. Massa karet yang baik yang dihasilkan dari lateks-tapioka kering maupun lateks-tapioka basah semakin banyak yaitu massa gumpalan karet bertambah dengan makin bertambahnya volume asam semut 25%. Akan tetapi tampak pula bahwa kekenyalan karet yang dihasilkan lateks-tapioka kering lebih baik pada penambahan asam semut volume rendah dibandingkan lateks-tapioka basah, terdapat kemungkinan bahwa sample lateks-tapioka kering memiliki keunggulan yaitu untuk proses koagulasi cukup dengan sedikit asam semut konsentrasi 25%.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk membantu pelaku industri melalui informasi teknologi tepat guna pengolahan lateks dengan penambahan tapioka menjadi produk karet yang mudah terdegradasi atau dapat dihancurkan oleh tanah sehingga mengurangi pencemaran lingkungan (ramah lingkungan).